Rabu, 20 April 2011

SEJARAH BERDIRI NYA GBKP


Gereja Batak Karo Protestan(GBKP)


Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) adalah sebuah Gereja yang berdiri di Tanah Karo, Sumatera Utara dan melayani masyarakat Karo.[1] GBKP adalah gereja Kristen Protestan yang beraliran Calvinis.[1] GBKP merupakan salah satu gereja terbesar di Sumatra Utara.[1]

Daftar isi

Latar Belakang

GBKP Kabanjahe
Pada 18 April 1890, Nederlands Zendelingenootschap (NZG), mengutus Pdt. H.C. Kruyt dari Tomohon, Minahasa ke Tanah Karo, dan tempat pos yang pertama di Buluh Awar.[2] Tahun berikutnya dia menjemput empat orang Guru Injil yaitu B. Wenas, J. Pinontoan, R. Tampenawas dan H. Pesik, sebagai pembantunya.[1] Mereka awalnya juga bekerja di daerah Minahasa, Sulawesi Utara.[3]
Pada tahun 1892, Pdt. H.C. Kruyt pulang ke negerinya tanpa berhasil membaptis seorang pun dari suku Karo.[1] Ia kemudian digantikan Pdt. J.K. Wijngaarden, yang sebelumnya telah bekerja di Pulau Sawu dekat Pulau Timor.[1] Pendeta inilah yang melakukan pembaptisan pertama pada suku Karo tanggal 20 Agustus 1893 sebanyak 6 orang: Sampe, Ngurupi, Pengarapen, Nuah, Tala dan Tabar.[1] Pendeta Wijngarden meninggal tanggal 21 September 1894 karena serangan disentri.[1]
Wijgaarden digantikan oleh Pdt. Joustra.[1] Dialah yang menerjemahkan 104 ceritera-ceritera Alkitab dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam Bahasa Karo (104 turi-turian) dan dia juga tinggal di Buluh Awar.[1]
Kemudian datang pula Pdt. Henri Guillaume (utusan RMG dari Jerman) dari Saribudolok yang sebelumnya tinggal di Tapanuli.[4] Pada saat itu, Saribudolok termasuk dalam daerah pelayanan pra-HKBP.[4] Bersama dengan Pdt. Henri Guillaume, datang pula seorang guru injil, bernama Martin Siregar.[4]
Sampai tahun 1900, orang Karo yang sudah dibaptis hanya 25 orang.[1] Pertumbuhan dalam kurun waktu 10 tahun pertama sangat sulit.[1] Kegigihan suku Karo dalam mempertahankan tradisi dan adat istiadatnya membuat mereka merasa aman dalam sikap hidup lama di tengah-tengah tahap kebudayaan yang bersifat magis, mistis, dan animistis serta pengaruh Islam, yang mulai muncul di Sumatera.[2]
Tahun 1903 datang pula Pdt. E.J. van den Berg, yang kemudian membuka pos baru (Pos Keempat) dan menetap di Kabanjahe.[1] Keduanya merupakan teman sekerja yang baik. Mereka membuka Rumah Sakit Zending di Sibolangit dan di KabanJahe.[1] Kemudian dengan kerjasama dengan pihak pemerintah, Pdt. E.J.Van den Berg membuka Rumah Sakit Kusta di Lau Simomo. J.H. Neumann aktif membuka pekan-pekan (sejenis pasar di desa-desa) di daerah Deli Hulu.[1]

GBKP Berdiri Sendiri
Tahun 1906 datang Pdt. G. Smith dan membuka Kweekschool (Sekolah Guru) di Berastagi. Sekolah ini kemudian dipindahkan ke Raya, tapi tahun 1920 sekolah tersebut ditutup dan guru-guru sekolah yang telah terdidik ditempatkan di desa-desa menjadi guru untuk mengabarkan Injil.[1] Prof. Dr. H. Kraemer meninjau ke tempat-tempat zending Karo pada tahun 1939 dan ia menekankan agar dalam waktu sesingkat-singkatnya Jemaat Karo dipersiapkan berdiri sendiri dengan pengiriman tenaga pribumi ke sekolah pendeta dan mengangkat majelis Jemaat yang sudah mampu dan karena hal itu, pada tahun 1940, dua Guru Injil P. Sitepu dan Th. Sibero dikirim ke sekolah pendeta di seminari HKBP, Sipoholon.[1]
Pada periode ini, berkembang pula pergerakan muda-mudi di tengah-tengah Gereja dengan nama Christelijke Meisjes Club Maju (CMCM) untuk kaum perempuan dan Bond Kristen Dilaki Karo (BKDK) untuk kaum laki-laki di kalangan pemuda Kristen Karo.[1] Kedua pergerakan ini dapat dikatakan sebagai embrio lahirnya perkumpulan pemuda-pemudi GBKP, yang disebut Persadan Man Anak Gerejanta (PERMATA).[1] Pengesahan dan peresmian PERMATA dilaksanakan oleh Moderamen GBKP pada tanggal 12 September 1948, yang diperingati sebagai hari jadi PERMATA GBKP (Rapat Permata yang pertama tanggal 25 Mei 1947 ; kedua tanggal 18 Juli 1948 ).[1]
Guru Injil yang disekolahkan ke Seminari Sipoholon (Tarutung) menyelesaikan studinya pada pertengahan sidang Sinode Pertama, yang menetapkan nama Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Sibolangit tanggal 23 Juli 1941.[1] Pada saat yang sama, ada penahbisan dua orang pendeta pertama dari suku Karo, yaitu Pdt. Palem Sitepu dan Pdt. Thomas Sibero.[1] Pada sinode pertama ini juga, Tata Gereja GBKP yang pertama dan ketua Moderamen GBKP ialah Pdt. J. van Muylwijk ditetapkan.[1] Sekretaris Moderamen adalah Guru Lucius Tambun (periode 1941-1943 ). Pdt. P. Sitepu ditempatkan di Tiga Nderket, sebagai wakil ketua Klasis untuk daerah Karo Gugung (Dataran Tinggi) serta Pdt. Th. Sibero di Peria-ria, sebagai Wakil Ketua Klasis daerah Karo Jahe.[1]

Statistik Jemaat
Menurut Statistik tahun 2000, GBKP mempunyai 20 Klasis, 745 gereja dan sekitar 275.000 anggota.[1] Anggota gerejanya tersebar di seluruh Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, yang memiliki wilayah pelayanan di Sanggau sekitarnya dan Ngabang sekitarnya, serta satu calon gereja di Simpang Tanjung (di tepi jalan antarnegara Indonesia - Malaysia).[1] Gereja ini dilayani oleh 160 orang pendeta penuh waktu, 32 calon pendeta (vikaris), 3 guru agama, dan 50 guru injil.[1]

Kepengurusan Pusat GBKP
Kepengurusan Pusat GBKP disebut Moderamen, atau yang lebih familiar sebagai Sinode, GBKP berjumlah 11 (sebelas) orang dengan susunan sebagai berikut:
  • Ketua Umum
  • Ketua Bidang Marturia
  • Ketua Bidang Koinonia
  • Ketua Bidang Diakonia
  • Ketua Bidang Personalia/Sumber Daya Manusia
  • Ketua Bidang Dana dan Usaha
  • Sekretaris Umum
  • Wakil Sekretaris Umum
  • Bendahara Umum[1]
Sejumlah yayasan yang dikelola oleh GBKP, antara lain:
  • Yayasan Pendidikan Kristen:
  • Yayasan Taman Kanak-kanak GBKP
  • Badan Pengembangan Ibadah dan Musik Gereja (BPIMG)
  • Retreat Center
  • Yayasan Gelora Kasih di Suka Makmur, Kabupaten Karo
  • Yayasan Panti Asuhan Kristen GBKP Alpha Omega
  • Yayasan Sosial GBKP
  • Yayasan Ate Keleng
  • Yayasan Wisata Rohani GBKP
  • Asrama Pemuda GBKP Maranatha.[1]
Selain itu, kelompok-kelompok gerejani yang bernaung dalam GBKP, yaitu:
  • Kelompok kaum ibu, yang disebut MORIA
  • Kelompok kaum bapak, yang disebut MAMRE
  • Kelompok pemuda-pemudi, yang disebut PERMATA
  • Kelompok anak-anak, yang disebut KA-KR[1]
Kantor Moderamen GBKP terletak di Jl. Kapten Pala Bangun No. 66, Kabanjahe, Sumatera Utara.[5]

Gereja Mitra
GBKP adalah gereja anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Dewan Gereja-gereja Asia, Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia, dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC).[1] Selain itu GBKP bermitra dengan Nederlanse Hervormde Kerk di Belanda , Evangelical Lutheran Church in America (ELCA), dan United Evanglism Misson (UEM) dari Jerman.[1]

Sifat dan Tabiat Orang Karo

Berikut adalah rangkuman dari sebuah artikel berjudul “Sifat dan Tabiat Orang Karo” yang ditulis oleh Drs. Tridah Bangun. Kebetulan artikel tersebut diterbitkan dalam kumpulan artikel-artikel tentang masyarakat Karo dengan judul yang sama (Bangun, Tridah. Sifat dan Tabiat Orang Karo. Yayasan Lau Simalem, Jakarta, 2006).

Tulisan beliau tersebut juga merupakan hasil wawancara terhadap 3 orang pakar adat istiadat Karo yakni (alm.) Nulbasi Bangun, (alm.) Sental Sinuraya, dan (alm.) Gancih Tarigan dan hasil-hasil penggalian tulisan-tulisan dengan tema serupa yang sudah ditulis sejak lama. Ada paling tidak ditulis pada artikel tersebut 15 sifat-sifat yang umum dimiliki oleh manusia Karo.

Sifat-sifat yang dituliskan dalam artikel tersebut yang sudah diringkas antara lain :

Jujur. Orang Karo umumnya tinggal di kampung. Mereka hidup dengan kekeluargaan dan kebersamaan yang tinggi di lingkungan tradisional tersebut. Oleh karena itu segala hal seperti memberi dan menerima dilakukan secara wajar tanpa ada kecurangan. Biasanya jika diketahui ada yang berbuat curang maka akan mendapat hukuman yang berat dari masyarakat.
TegasManusia Karo memiliki sifat tegas, cepat berpikir, dan cepat bertindak. Mereka tidak begitu lembut menghadapi suatu masalah, apalagi masalah yang dianggap prinsipil, meski sebenarnya dapat memberi risiko bagi diri sendiri ataupun keluarganya.

Berani Sejak kecil seorang Karo diajar oleh orang tuanya atau neneknya bahwa setiap manusia sederajat, tidak ada yang lebih istimewa tidak ada yang lebih hina. Yang berbeda hanyalah suratan tangan dan takdirnya. Mungkin hal ini lah yang menyebabkan seorang Karo tidak pernah ragu untuk berbuat atau pergi ke mana pun. Mereka berani karena benar dan mengaku salah jika memang melakukannya.
Keberanian ini juga ditunjukkan ketika berkecamuk perang antara kerajaan Deli dan kerajaan Aceh pada abad XVII dan juga perjuangan melawan penjajahan Belanda.

Percaya Diri. Umumnya orang Karo percaya pada kekuatannya sendiri. Mereka jarang menggantungkan nasib pada orang lain.
PemaluSifat pemalu dimiliki dengan kuat oleh orang Karo, terutama rasa malu kalau menggantungkan diri pada orang lain dan juga kalau harga diri dan nama baik keluarga sudah tercoreng.
Tidak SerakahSecara umum orang Karo tidak serakah atau tamak. Mereka memang mendambakan hidup sejahtera namun bukan melalu cara serakah. Mereka gigih mempertahankan sesuatu kalau memang itu adalah haknya.

Mudah Tersinggung dan Pendendam. Kebanyakan orang Karo cepat tersinggung jika dirinya atau keluarganya dikata-katai secara negatif oleh orang lain, baik secara terbuka maupun terselubung. Kalau sudah tersinggung orang tersebut segera menjumpai orang yang menghinanya dan menyelesaikan dengan segera. Kalau tidak maka akan berlarut menjadi dendam. Biasanya dendam itu ingin dilunasi dengan cara yang kurang pertimbangan rasional.
Untuk menghindari penyelesaian secara irasional, biasanya ada pihak ketiga yang berusaha mendamaikan secara adat.

Berpendirian Teguh. Orang Karo umumnya berpendirian teguh. Sekali memiliki suatu pendirian, sukar baginya untuk merubah pendiriannya tersebut, kecuali kalau dalam situasi terpaksa. Tapi biasanya ini terjadi saat-saat tertenu, misalnya bersandiwara atau pada orang lain.

Sopan. Pembawaan sopan bergaul ditengah orang ramai dan dalam keluarga, merupakan bagian dari sikap hidup orang Karo. Sikap ini mungkin dilandasi pemikiran bahwa dalam bermasyarakat harus saling menghargai yakni berbuat sopan dan menghormati pihak lain, bukan dengan pura-pura. Gaya orang Karo berbicara menunjukkan sikap sopan dengan tutur kata yang halus dan tidak keras.

Selalu Menjaga Nama Baik Keluarga dan Harga Diri. Sejak kecil orang Karo diajari harus pandai-pandai menjaga diri dan nama baik keluarga. Karena itu dalam kehidupan sehari-hari orang Karo sangat menghargai martabat keluarganya. Maka seseorang selalu terpanggil jiwanya untuk membela kehormatan keluarganya jka hal itu dianggapnya pantas. Pencemaran nama baik keluarga dianggap merupakan tamparan bagi seluruh anggota keluarga turun temurun dan pasti menimbulkan dendam kesumat, yang kadang-kadang nyawa sering jadi taruhannya.

Menyangkut harga diri dan keluarga, sejak belasan tahun terakhir ini pada sebagian masyarakat Karo, telah berkembang upaya untuk tidak mau kalah dari orang lain dan menunjukkan bahwa dia juga berkemampuan seperti apa yang telah ditunjukkan.

Rasional dan Kritis. Berpikir kritis dan rasional juga merupakan sifat khas orang Karo. Dalam menghadapi persoalan, orang Karo tidak begitu cepat emosional, tapi selalu dipikirkan dulu secara rasional dan kritis. Oleh karena itu mereka tidak begitu mudah terbuai oleh suatu rayuan. Sikap kritis ini sering membuat pihak lain kecewa karena dianggap bandel sehingga tidak mudah membawanya ke satu tujuan yang dimaksudkan. Contohnya adalah dalam penyebaran agama di dalam masyarakat Karo.

Mudah Menyesuaikan Diri. Karena sopan bergaul, selalu menghormati sesama anggota masyarakat, orang Karo secara mudah mampu menyesuaikan diri di tengah masyarakat baru, tempat mereka berdomisili.
Gigih Mencari PengetahuanKarena sadar dalam hidp selalu kekurangan ilmu sebagai pegangan hidup, orang Karo sejak dulu sangat gandrung mencari ilmu pengetahuan. Maka ditiap kesempatan yang memungkinkan, orang Karo mencari ilmu pengetahuan dengan segala kegigihan. Untuk mendapat ilmu pengetahuan, mereka rela menempuh dengan segala penderitaan. Rintangan mereka atasi dengan segala ketabahan.

Mudah Iri dan Dengki. Iri dan dengki dalam bahasa Karo adalah cian. Teman sejoli dari iri adalah cemburu. Keduanya ini secara nyata selalu mengarah pada yang tidak baik. Sifat-sifat dengki/cemburu masih bersemayam pada masyarakat Karo.

Penyakit lain yang mirip yang masih ada dalam masyarakat Karo adalah kesukaan sebagian besar kaum ibu-ibu mengata-ngatai orang lain secara negatif. Sifat ini dalam bahasa Karo adalah “Cekurak“.
Mementingkan ProsedurOrang Karo sejak zaman dulu ternyata mematuhi apa-apa yang telah menjadi kesepakatan bersama mengenai berbagai persoalan. Seseorang jarang sekali melanggar kesepakatan itu, sebab besar resikonya. Karena itu jika ada anggota masyarakat yang berbuat melangkahi aturan umum, biasanya terjadi keributan.

Merga Dalam Suku Karo

Merga Karo terdapat lima kelompok suku Karo, yaitu: Karokaro, Ginting, Tarigan, Sembiring, dan Perangin-angin. Klan (nama keluarga) dalam suku bangsa Karo disebut merga berbeda halnya dengan suku bangsa Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba) yang disebut dengan marga.
Cabang-cabang merga suku Karo dan persebarannya.

A. Merga Karokaro dan cabang-cabangnya
  1. Karokaro Sinulingga di Lingga, Bintang Meriah, dan Gunung Merlawan.
  2. Karokaro Surbakti di Surbakti dan Gajah.
  3. Karokaro Kacaribu di Kutagerat dan Kerapat
  4. Karokaro Sinukaban di Kaban dan Sumbul.
  5. Karokaro Barus di Barus Jahe, Pitu Kuta.
  6. Karokaro Simbulan di Bulanjulu dan Bulanjahe.
  7. Karokaro Jung di Kutanangka, Kalang, Perbesi, dan Batukarang.
  8. Karokaro Purba di Kabanjahe, Berastagi, dan Lau Cih (Deli Hulu).
  9. Karokaro Ketaren di Raya, Ketaren Sibolangit, dan Pertampilen.
  10. Karokaro Gurusinga di Gurusinga dan Rajaberneh.
  11. Karokaro Kaban di Pernantin, Kabantua, Bintang Meriah, Buluh Naman, dan L. Lingga.
  12. Karokaro Sinuhaji di Ajisiempat.
  13. Karokaro Sekali di Seberaya.
  14. Karokaro Kemit di Kuta Bale.
  15. Karokaro Bukit di Bukit dan Buluh Awar.
  16. Karokaro Sinuraya di Bunuraya, Singgamanik, dan Kandibata.
  17. Karokaro Samura di Samura.
  18. Karokaro Sitepu di Naman dan Sukanalu
B. Merga Ginting dan cabang-cabangnya
  1. Ginting Munte di Kutabangun, Ajinembah, Kubu, Dokan, Tanggung, Munte, Rajatengah, dan Bulan Jahe.
  2. Ginting Babo di Gurubenua, Munte, dan Kutagerat.
  3. Ginting Sugihen di Sugihen, Juhar, dan Kutagunung.
  4. Ginting Gurupatih di Buluh Naman, Sarimunte, Naga, dan Lau Kapur.
  5. Ginting Ajartambun di Rajamerahe.
  6. Ginting Capah di Bukit dan Kalang.
  7. Ginting Beras di Laupetundal.
  8. Ginting Garamata di (Simarmata) Raja Tengah, Tengging.
  9. Ginting Jadibata di Juhar.
  10. Ginting Suka Ajartambun di Rajamerahe.
  11. Ginting Manik di Tengging dan Lingga.
  12. Ginting Sinusinga di Singa.
  13. Ginting Jawak di Cingkes (?)
  14. Ginting Seragih di Lingga Julu.
  15. Ginting Tumangger di Kidupen dan Kemkem.
  16. Ginting Pase di …. (lenyap?)
C. Merga Tarigan dan Cabang-cabangnya
  1. Tarigan Sibero di Juhar, Kutaraja, Keriahen, Munte, Tanjung Beringin, Selakar, dan Lingga.
  2. Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu.
  3. Tarigan Silangit di Gunung Meriah.
  4. Tarigan Tua di Pergendangen, Talimbaru.
  5. Tarigan Tegur di Suka.
  6. Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Berastepu.
  7. Tarigan Gerneng di Cingkes (Simalungun).
  8. Tarigan Gana-gana di Batukarang.
  9. Tarigan Jampang di Pergendangen.
  10. Tarigan Tambun di Rakutbesi, Binangara, Sinaman dll.
  11. Tarigan Bondong di Lingga.
  12. Tarigan Pekan (Cabang dari Tambak) di Sukanalu
  13. Tarigan Purba di Purba (Simalungun)
D. Merga Sembiring dan Cabang-cabangnya
I. Sembiring Siman biang (Tidak biasa kawin campur darah dengan cabang Sembiring lainnya, artinya: tidak diperbolehkan perkawinan dengan sesama merga Sembiring).
  1. Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir di seluruh urung Liang Melas.
  2. Sembiring Sinulaki di Silalahi.
  3. Sembiring Keloko di Pergendangen.
  4. Sembiring Sinupayung di Juma Raja dan Negeri
II. Sembiring Simantangken biang (ada dilakukan perkawinan antara cabang merga Sembiring)
  1. Sembiring Colia di Kubucolia dan Seberaya.
  2. Sembiring Pandia di Seberaya, Payung, dan Beganding.
  3. Sembiring Gurukinayan di Gurukinayan.
  4. Sembiring Berahmana di Kabanjahe, Perbesi, dan Limang.
  5. Sembiring Meliala di Sarinembah, Munte Rajaberneh, Kedupen, Kabanjahe, Naman, Berastepu, dan Biaknampe.
  6. Sembiring Pande Bayang di Buluh Naman dan Gurusinga.
  7. Sembiring Tekang di Kaban.
  8. Sembiring Muham di Susuk dan Perbesi.
  9. Sembiring Depari di Seberaya, Perbesi, dan Munte.
  10. Sembiring Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata, dan Hamparan Perak (Deli).
  11. Sembiring Busuk di Kidupen dan Lau Perimbon.
  12. Sembiring Sinukapar di Pertumbuken, Sidikalang(?) Sarintono.
  13. Sembiring Keling di Juhar dan Rajatengah.
  14. Sembiring Bunuh Aji di Sukatepu, Kutatonggal, dan Beganding
E. Merga Peranginangin dan cabang-cabangnya
  1. Peranginangin Namohaji di Kutabuluh.
  2. Peranginangin Sukatendel di Sukatendel.
  3. Peranginangin Mano di Pergendangen.
  4. Peranginangin Sebayang di Perbesi, Kuala, gunung dan Kuta Gerat.
  5. Peranginangin Pencawan di Perbesi.
  6. Peranginangin Sinurat di Kerenda.
  7. Peranginangin Perbesi di Seberaya.
  8. Peranginangin Ulunjandi di Juhar.
  9. Peranginangin Penggarus di Susuk.
  10. Peranginangin Pinem di Serintono (Sidikalang).
  11. Peranginangin Uwir di Singgamanik.
  12. Peranginangin Laksa di Juhar.
  13. Peranginangin Limbeng di Kuta Jurung, Biru-Biru, Deli Serdang.
  14. Peranginangin Singarimbun di Mardinding , Kutambaru dan Temburun.
  15. Peranginangin Keliat di Mardinding.
  16. Peranginangin Kacinambun di Kacinambun.
  17. Peranginangin Bangun di Batukarang.
  18. Peranginangin Tanjung di Penampen dan Berastepu.
  19. Peranginangin Benjerang di Batukarang
Rumah Adat Suku Karo
Sebagian dari marga Peranginangin dan Sembiring dapat kawin sesamanya (antar cabang merga).
Ada pula merga yang melakukan Sejandi yaitu perjanjian tidak saling mengambil atau tidak mengadakan perkawinan antar merga bersangkutan, misalnya : antara Sembiring Tekang dengan Karokaro Sinulingga dan antara Karokaro Sitepu dengan Peranginangin Sebayang.